Oleh : H. Mu’ala Hata, S. H.
PENDAHULUAN.
Tersebutlah seorang novelis bernama Nassirun Purwokartun, mengarang sebuah novel
berjudul “Penangsang , Tembang Rindu
Dendam “. Novel ini bercerita
tentang seorang tokoh yang sangat
kontroversi Aryo Penangsang dalam versi yang sebaliknya
dari cerita yang sudah beredar.
Nassirun Purwokartun resah dengan renungannya atas
sebuah cerita dalam Babad Tanah Jawi yang
menceritakan tentang Aryo Penangsang. Tokoh ini digambarkan sebagai seorang
tokoh yang selalu memelototkan matanya,
keras dan kasar tawanya, senang membentak-bentak dalam bicara, sebuah pancaran
wajah yang garang , berikut kumis yang tebal, lebat, melintang, mudah marah dan pemberang.
Nassirun Purwokartun gelisah dengan sebuah pertanyaan
yang selalu menggelayut yang tak juga
kunjung mendapatkan jawaban, sehingga menimbulkan keraguan dan kecurigaan,
sampai berujung pada ketidak percayaan sebuah cerita. Apalagi jika didasari
oleh sebuah pertanyaan yang mendasar : “Apa
benar Aryo Penangsang sebagai sosok yang dijagokan oleh seorang Ulama sekaliber
Sunan Kudus,begitu beringas dan biadab?“
Babad Tanah
Jawi sebagai kitab sejarah yang
bergelimang mitos dan dongeng, sudah tidak bisa lagi diyakini sebagai buku yang
mencatat tentang kebenaran sejarah. Literatur – lietratus sejarah, tidak selalu
bebicara jujur, tentang jejak-jejak peristiwa yang direkamnya. Kerapkali
kitab-kitab sejarah tidak mewartakan apa yang seungguhnya terjadi. distorsi, dekonstruksi,
bahkan manipulasi sangat mungkin terjadi dalam proses penulisan sejarah.
Semua bermuara pada siapa pembuat kitab sejarah
tersebut dan atas kepentingan apa karya itu dibuat. Ketika penyusunan literatur
sejarah dilakoni berdasarkan kepentingan tertentu seseorang atau satu pihak
tertentu , maka tidak dapat dihindari subyektifitas akan sangat kental mewarnai
penulisan sejarah tersebut.
Dalam konteks inilah tulusan ringkas ini mencoba
menerawang tentang sebuah rentetan peristiwa sejarah yang terajadi di tanah
Indonesia tercinta ini, tapi tidak pernah
sedikitpun terdengar, apalagi tertulis dalam literatur sejarah
Indonesia. Oleh karenanya judul tilisan ringkas ini kami beri judul : “ Hari
Santri , Milik Siapa ?”
JAM’IYAH NAHDLATUL
ULAMA.
Pada tanggal 16 Rojab 1344. H bertepatan dengan
tanggal 31 Januari 1926. M berdirilah
Jam’iyah Nahdlatul Ulama di Surabaya.
Berdirinya Jam’iyah Nahdlatul Ulama tidak ubahnya seperti mewadahi sesuatu
barang yang sudah ada, atau dengan kata lain, wujudnya Nahdlatul Ulama sebagai
organisasi keagamaan itu, hanyalah sekedar penegasan formal dari mekanisme
informal para Ulama Ahli Sunah Wal Jama’ah ala madzahibil Arba’ah.
Berdirnya Nahdlatul Ulama didasari oleh keinginan
untuk meningkatkan pengabdian secara luas, pengabdian
para ulama tidak saja terbatas pada masalah kepesantrenan dan kegiatan ritual
keagamaan, tapi lebih juga pada kepekaan
dan kepedulian terhadap masalah-masalah kenegaraan, sosial,ekonomi dan
masalah-madalah kemasyarakatn yang lain. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa
berdirinya Jam’iyah Nahdlatul Ulama didasari oleh 2 motiv utama, yaitu motiv
agama dan motiv nasioanilsme.
Motiv Agama.
Penyebaran Islam di Indonesia sejak abad ke 7 sampai
abad-abad selanjutnya dapat dikatakan berhasil menggantikan peran Hindu dan
Budha yang sebelumnya sangat berjaya. Ajaran Islam dalam waktu relative singkat
mewarnai kehidupan masyarakat di segala tingkatan di hampir seluruh wilayah
nusantara.
Keberhasilan ini menjadi terganggu dan mulai berubah
setelah datangnya bangsa Belanda ke Indonesia untuk menjajah. Melalui VOC (
Perserikatan Dagang Hindia Timur) yang mempunyai wewenang disamping berdagamg juga
membentuk tentara dan uang Belanda berusaha menguasai Indonesia.
Disamping maksud utamanya berdagang untuk mengeruk
kekayaan yang ada di Nusantara, juga ada maksud lain dari bangsa Belanda dalam
menjajah Indonesia yaitu membawa missi penyebaran agama Kristen di Indonesia,
sehingga dalam waktu yang cukup lama menyebarlah kristenisasi di Nusantara ini.
Sebagai bukti ada suatu ungkapan seorang Gubernur jendral Belanda yang mengatakan bahwa dapat dipertahankannya tanah jajahan
Indonesia , tergantung keberhasilan kristenisasi di nusantara.
Para ulama dan kyai mengamati kondisi tersebut
sangatlah prihatin, karena syareat Islam yang sudah membumi di Nusantara ini
mulai tercabut dari sendi-sendi masyarakat Indonesia. Bayangan akan terdesak dan
terhapusnya syareat Islam oleh penjajah Belanda semakin menhantui pikiran para
ulama dan kyai.
Dari kondisi inilah para ulama dan kyai memutusan untuk
menggunakan cara baru melawan
hegemoni dan penyebaran Kristen di Indonesia , yaitu dengan menkoordinir para
ulama dan kyai dalam satu organisasi
yang disebut Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Motiv Nasionalisme.
Situasi saat itu yang menyebabkan bangsa Indonesia
bergerak dalam membentuk organisasi dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan ,
merasuk juga di kalangan para ulama dan kyai yaitu dengan berdirinya Nahdlatul
Wathon ( Pergerakan tanah Air ) di Surabaya oleh
KH Wahab Hasbullah. Nahdlatul Wathon adalah sebuah lembaga pendidikan agama
yang yang dijadikan ajang pendidikan nasionalisme terhadap masyarakat.
Nahdlatul Wathon
berdiri tidak hanya di Surabaya, tapi juga di wilayah
lain, contohnya Akhul Wathon di Semarang, Far’ul Wahton di Gresik dan Malang, Hidayatul
Wathon di Jombang, Ahlul Wathon di Wonokromo. Semuanya
menggunakan kata Wathon yang berarti Tanah Air, karena maksud utamanya adalah
membangun semangat cinta tanah air atau
nasionalisme.
Berawal dari Nahdlatul Wathon yang didirikan KH Wahab
Hasbullah dan para ulama yang lain, maka menjelamalah menjadi suatu oraganisasi
yang lebih besar dan luas dalam bentuk jam’iyah diniyah Islamiyah yang bernama Nahdlatul Ulama.
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.
Negara kesatuan Republik Indonesia berdiri dari proses
yang cukup panjang. Keresahan masyarakat Indonesia
selama dijajah oleh Belanda memunculkan banyak perlawanan di daerah-daerah
secara kelompok terpisah dan berdiri sendiri-sendiri.
Pengeran Diponegoro , dan yang lain di Jawa, Teuku
Umar, Imam Bonjol dan yang laindi Sumatra , Patimura di Maluku dan di wilayah blainnya. Semuanya memberotak
karena tidak lagi setuju dijajah oleh Belanda. Karena situasi dalam masa
penjajahan menyebabkan ketidak bebasan dan ketidak nyamanan dalam segala hal.
Gerakan sendiri-sendiri dan terpisah mulai berakhir
setelah mucul kesadaran bersama para tokoh bahwa diperlukan adanya gerakan
bersama dan menyeluruh yang bisa menggerakkan seluruh masyarakat Indonesia. Dan bersamaan dengan terbentuknya Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI)yang di fasilitasi oleh Jepang,
ikhtiar untuk merdeka lebih tertata dan terarah.
Melalui BPUPKI, terbentuklah Piagam Jakarta , sebuah
naskah yang dihasilakn oleh pertemuan BPUPKI sebagai naskah yang berisi tentang Aturan Dasar suatu Negara atau
dalam istilah kenegaraan disebut dengan istilah Staat Fondamental Norm.,
sebuah aturan dasar yang harus dimiliki dan disayaratkan dalam pembentukan sebuah Negara yang merdeka.
Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah
perangkat yang disyaratkan sebuah Negara terpenuhi, yaitu adanya wilayah NKRI
yang merupakan wilayah bekas jajahan Belanda, Aturan Dasar sebuah Negara dan
adanya pemerintahan yang sah.
EPISODE YANG
HILANG DALAM SEJARAH INDONESIA.
Ada banayk peristiwa bersejarah dan menentukan dalam
proses berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak pernah ditulis
dan diterangkan secara luas, misalnya yang amat sangat menentukan berdirinya NKRI antara lain :
Pertama, prosos perumusan Piagam Jakarta tidak akan selesai
dan mungkin tidak akan ada , jika tidak ada peran Hadrotus Syeh KH Hasyim
Asy’asri. Dalam proses perumusan Piagam Jakarta terjadi perdebatan yang
sangat tajam antara kubu nasioanalisma yang secular yang menganggap bahwa agama
tidak perlu diurus oleh Negara dengan kubu Islam, yang menganggap bahwa agama
khusunya Islam harus diurus oleh Negara.
Dan atas saran Hadrotus Syeh KH Hasyim Asy’ari ,
dengan dasar Piagam Madinah yang berisi 37 pasal agar diambil pasal-pasalnya
yang sesuai dan cocok dengan kondisi Indonesia . Dan dari saran inilah
disetujuai 5 pasal yang sesuai dan cook dengan kondisi dan masyarakat
Indonesia. 5 pasal inilah yang sampai sekarang terkenal dengan nama Pancasila.
Kedua, dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak
akan berjalan dengan baik, jika tidak ada peran Hadrotus Syeh KH Hasyim Asy’ari
dalam betuk Fatwa Jihad yang
dikumandangkan pada tanggal 22 Oktober
1945 dan lebih terkenal dengan istilah Resolusi Jihad.
Setelah diproklamirkannya Indonesia sebagai Negara
yang merdeka, Belanda sebagai bekas penjajah dengan menumpang tentara sekutu
berusah untuk kembali menjajah Indonesia. Dengan datangnya Belenda melalui NICA
yang nebeng tentara sekutu, maka terjadilah penolakan dimana –mana dalam bentuk
perlawanan di masing-masing wiayah
secara sendiri.
Kondisi yang tidak terkordinir inilah yang menyebabkan
para ulama prihatan khususnya Hadrotus Syeh KH HHasyim ASy’ari, sehingga muncullah
suatu keputusan untuk membuat suatu fatwa menyeluruh tentang Jihad dalam tangka mempertahankan kemerdekaan
NKRI. Dan pada tanggal 22 Oktober 1945 dikumandangkanlah Resolusi Jihad yang berisi secara lengkap
sebagai beikut : Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17
Aguastus 1945 wajib dipertahankan, Republik Indonesia sebagai satu-satunya
pemerintah yang sah, wajib dibela dan diselamatkan, Musuh Republik Indonesia,
terutama Belanda yang datang kembali dengan membonceng tugas-tugas tentara
sekutu (Inggris) dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang, tentulah akan
menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indoensia, Umat
islam terutama Nahdlatul Ulama wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan
kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia, Kewajiban tersebut
adalah jihad yang menjadi kewajiban tiap-tiap orang Islam ( fardlu
‘ain) yang berada pada jarak radius 94 km( jarak dimana umat Islam diperkenankan
sembahyang jama’ dan qoshor. Adapun nereka yang berada diluar jarak tersebut berkewajiban membantu saudara-saudaranya
yang berada dalam jarak radius 94 km
tersebut.
IHTIAR MENGEMBALIKAN FAKTA SEJARAH.
Siapapun yang berada dalam lingkungan yang sama dalam
mensikapi keberadaan sejarah sebuah bangsa
yang merugikan keberadaan dan peran suatu kelompok tertentu pastilah akan
bereaksi yang sama . Minimal reaksi yang muncul
adalah akan berihtiar untuk memberitahukan pada halayak ramai bahwa ada
sebuah episode yang tidak ditulis dalam sejarah bangsa tersebut.
Tersebutlah suatu
ihtiar dari sayap politik para anggauta jam’iayh Nahdlatul Ulama pada bulan
oktober tahun 2015 mengadakan trik-trik politik sebagai berikut : Mengadakan
long march ( gerakan dengan berjalan kaki ) yang dimulai dari Jombang Jawa
Timur dan berahir di Jakarta sebagai pusat pemerintahan NKRI sekarang. , dengan
sebutan Long march Resulosi Jihad, dan mengusulkan kepada pemerintah tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri, karena hari ini
merupakan hari dimana suara santri berkumandang untuk menfatwakn jihad dalam
mempertahankan NKRI.
Dengan gerakan –gerakan tersebut , diharapkan paling
tidak untuk anggauta Jam’iyah Nahdlatul Ulama diingatkan bahwa para
pendiri Nahdlatul Ulama pada era sebelum
dan sesudah proklamasi kemerdekaan RI, telah membuat suatu episode sejarah yang
sangat berarti bagi bangsa Indonesia ini, lebih-lebih kepada bangsa Indonesia
secara luas dan dunia Internasional pada umumnya.
KESIMPULAN.
Ihtiar mengumandangkan kembali Resulusi Jihad pada tanggal 22 Oktober , merupakan ihtiar untuk
mengingatkan warga Nahdlatul Ulama pada khususnya dan bangsa Indonesia pada
umumnya , bahwa ada sebuah episode sejarah yang hilang dan perlu dikembalikan
pada proporsinya.
Oleh karena itu judul tulisan ringkas ini “ Hari Santri, milik siapa ? “ ,dengan
maksud agar warga nahdliyin pada khususnya dan masyarakat lain pada umumnya,
mengetahui dan mengerti apa yang sebenarnya terjadi dalam sejarah Indonesia, karena sementara ini masih belum banyak yang
memahami apa yang sebenarnya terjadi, baik warga Nahdlatul Ulama sendiri, apalagi
bangsa Indonesia pada uumumnya.
Demikian , semoga bermanfaat.
Sumber
pengambilan :
Choiril Anam : “ Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul
Ulama “, Jatayu, Solo, l985.
Aguk Irawan MN : “ Penakluk Badai , Novel Biografi KH Hayim
Asy’ari”, Global Media Utama, Depok, 2012.
Nassirun Purwokartun : “ Penangsang, Tembang Rindu Dendam
“, Tiga Kelana, Pulogadung, Jakarta, 2010.
Abdurrahman Wahid : “ Tuhan Tidak Perlu Dibela “,
Saufa (bekerja sama dengan LKiS), Banguntapan, Yogyakarta, 2016.
0 komentar:
Posting Komentar