Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid lahir di Korbah,Ba Karman (
Wadi Amd ) Hadramaut pada tahun 1313 H. Ayahnya adalah Habib Muhsin bin Ahmad
yang terkenal dengan sebutan AlBakry-AlHamid, seorang yang saleh dan wali yang
arif dan dicintai serta dihormati oleh masyarakatnya. Banyak orang yang datang
kepadanya untuk bertawasul dan memohon doa' demi tercapainya segala hajat
mereka. Ibundanya seorang wanita salihah bernama Aisyah dari keluarga Alabud Ba
Umar dari Masyayikh Al-amudi.
Habib Sholeh mulai mempelajari kitab suci Al-Qur'an dari seorang guru yang
bernama said Ba Mudhij, di Wadi Amd, yang juga dikenal sebagai orang saleh yang
tiada henti-hentinya berdzikir kepada Allah swt. Sedangkan ilmu fiqih dan
tasawuf beliau pelajari dari ayahnya sendiri, Habib Muhsin Al-Hamid.
Pada usia 26 tahun, tepatnya pada bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani
Asy-Syekh Al-Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al-Asykary, Habib Sholeh
meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua singgah di Jakarta untuk beberapa
saat. Kemudian sepupu beliau, Habib Muhsin bin Abdullah Al-Hamid, seorang
panutan para Sadah atau masyarakat, mengajak beliau singgah di kediamannya di
Lumajang.
Beliau menetap di Lumajang untuk beberapa saat. Kemudian pindah ke Tanggul dan akhirnya menetap di desa tersebut. Pada suatu saat beliau melakukan Uzlah, mengasingkan diri dari manusia, selama lebih dari tiga tahun. Selama itu pula beliau tidak menemui seorang pun dan tidak seorangpun manusia menemuinya.
Dalam khalwatnya itu, sebagaimana diceritakan oleh sahabat terdekat Habib Sholeh semasa hidupnya dalam karangan yang ditulis oleh Habib Muhammad bin Hud Assegaf. Habib Sholeh menceritakan :
"Wahai anakku, ketika dalam khalwat aku merasakan ketenangan batin. Dimana aku banyak membaca Al-Qur'an dan kitab Dalailul Khoirot yang berisi sholawat dan salam kepada Sayyidis Sadad saw, aku bertemu Rasulullah saw yang memancarkan sinar dari wajahnya yang mulia."
Pada suatu saat dalam khalwatnya, sang guru besarnya, orang yang juga memiliki karamah, Al-Imam Al-Qutub Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, bagaikan kilat yang bersinar terang datang kepadanya. Sebuah pertanda, Habib Sholeh Al-Hamid telah dipandang mampu mengemban amanah dan dipercaya menyandang Khilafah kenabian serta untuk menebarkan kemanfaatan kepada umat manusia.
Selanjutnya sang guru mengajaknya keluar dari khalwatnya itu. Lalu menyuruhnya datang ke kediamannya di Gresik. Sesampainya di rumah, sang guru menyuruh Habib sholeh Al-Hamid mandi di Jabiyah-kolam mandi yang khusus-miliknya. Setelah itu, sang guru memberinya mandat dan ijazah dengan memakaikan jubah imamah dan sorban hijau kepadanya dan mengatakan, "Ya Habib Sholeh, datang kepadaku Rasulullah SAW dan mengutusku untuk menyerahkan sorban hijau ini. Ini adalah pertanda kewalian quthb ( kutub ) atasku jatuh ke pundakmu," kata Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.
Habib Sholeh saat itu merasa dirinya kecil dan belum pantas, maka beliau bertanya, "Pantas kah saya menerima anugerah Allah swt yang sedemikian besar ini ? Mampukah saya mengembannya?"
Dalam khalwatnya, beliau menangis terus, tidak pernah keluar dari kamarnya, dan minta petunjuk kepada Allah swt. Saat itu rumahnya masih sangat sederhana, terbuat dari bilik bambu. Padahal sudah banyak habib, saudara, orang-orang kaya, datang kepadanya untuk membongkar rumahnya, tapi beliau tidak pernah mau. Alasannya, "Jangan dibetulkan! Jangan diapa-apakan! Biarka saja, saya takut Rasulullah SAW tidak datang lagi ke tempat ini. Saya setiap hari berjamaah shalat lima waktu dengan Rasulullah SAW di rumah ini. Jangan dibongkar rumah ini."Khalwatnya itu berlangsung selama kurang lebih tujuh tahun. Hingga suatu saat beliau mendapat isyarat dari Rasulullah SAW agar menziarahinya di Madfnah. Ketika beliau mengutarakan maksud dan tujuannya akan berangkat ke Baitullah di Makkah dan Madinah, banyak orang yang mau ikut.
Akhirnya, berangkatlah beliau ke Makkah. Saat itulah, Habib Muhammad bin Husein al-Hamid ( Labor, Pasar Minggu ) merenovasi rumahnya.
Ketika beliau pulang, tidak menunjukkan kemarahan. Saat ditanya oleh banyak orang, Habib Sholeh dengan tersenyum menjawab, "Sebelum rumah ini dibangun, saya telah diberi tahu oleh Rasulullah SAW, "Biarkan rumah itu dibangun." Sebuah pertanda, Habib Sholeh al-Hamid telah dipandang mampu mengemban amanah Nabi serta menebarkan kemanfaatan kepada umat manusia.
Mulai Dakwah
Dakwah Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid kepada masyarakat sekitar, diawalinya dengan membangun mushala di tempat kediamannya. Habib Sholeh selalu mengisinya dengan kegiatan shalat berjemaah dan hizib Al-Qur'an antara magrib dan Isya di Mushala ini. Beliau juga menggelar pengajian-pengajian yang membahas hal-hal mana yang dilarang oleh agama dan mana yang diwajibkan agama, kepada masyarakat sekitar.
Setiap selesai shalat asar, beliau membacakan kitab An-Nashaihud Dinniyah, karangn Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, yang diraikannya kedalam bahasa keseharian masyarakat sekitar, yakni bahasa Madura.
Beliau menetap di Lumajang untuk beberapa saat. Kemudian pindah ke Tanggul dan akhirnya menetap di desa tersebut. Pada suatu saat beliau melakukan Uzlah, mengasingkan diri dari manusia, selama lebih dari tiga tahun. Selama itu pula beliau tidak menemui seorang pun dan tidak seorangpun manusia menemuinya.
Dalam khalwatnya itu, sebagaimana diceritakan oleh sahabat terdekat Habib Sholeh semasa hidupnya dalam karangan yang ditulis oleh Habib Muhammad bin Hud Assegaf. Habib Sholeh menceritakan :
"Wahai anakku, ketika dalam khalwat aku merasakan ketenangan batin. Dimana aku banyak membaca Al-Qur'an dan kitab Dalailul Khoirot yang berisi sholawat dan salam kepada Sayyidis Sadad saw, aku bertemu Rasulullah saw yang memancarkan sinar dari wajahnya yang mulia."
Pada suatu saat dalam khalwatnya, sang guru besarnya, orang yang juga memiliki karamah, Al-Imam Al-Qutub Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, bagaikan kilat yang bersinar terang datang kepadanya. Sebuah pertanda, Habib Sholeh Al-Hamid telah dipandang mampu mengemban amanah dan dipercaya menyandang Khilafah kenabian serta untuk menebarkan kemanfaatan kepada umat manusia.
Selanjutnya sang guru mengajaknya keluar dari khalwatnya itu. Lalu menyuruhnya datang ke kediamannya di Gresik. Sesampainya di rumah, sang guru menyuruh Habib sholeh Al-Hamid mandi di Jabiyah-kolam mandi yang khusus-miliknya. Setelah itu, sang guru memberinya mandat dan ijazah dengan memakaikan jubah imamah dan sorban hijau kepadanya dan mengatakan, "Ya Habib Sholeh, datang kepadaku Rasulullah SAW dan mengutusku untuk menyerahkan sorban hijau ini. Ini adalah pertanda kewalian quthb ( kutub ) atasku jatuh ke pundakmu," kata Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.
Habib Sholeh saat itu merasa dirinya kecil dan belum pantas, maka beliau bertanya, "Pantas kah saya menerima anugerah Allah swt yang sedemikian besar ini ? Mampukah saya mengembannya?"
Dalam khalwatnya, beliau menangis terus, tidak pernah keluar dari kamarnya, dan minta petunjuk kepada Allah swt. Saat itu rumahnya masih sangat sederhana, terbuat dari bilik bambu. Padahal sudah banyak habib, saudara, orang-orang kaya, datang kepadanya untuk membongkar rumahnya, tapi beliau tidak pernah mau. Alasannya, "Jangan dibetulkan! Jangan diapa-apakan! Biarka saja, saya takut Rasulullah SAW tidak datang lagi ke tempat ini. Saya setiap hari berjamaah shalat lima waktu dengan Rasulullah SAW di rumah ini. Jangan dibongkar rumah ini."Khalwatnya itu berlangsung selama kurang lebih tujuh tahun. Hingga suatu saat beliau mendapat isyarat dari Rasulullah SAW agar menziarahinya di Madfnah. Ketika beliau mengutarakan maksud dan tujuannya akan berangkat ke Baitullah di Makkah dan Madinah, banyak orang yang mau ikut.
Akhirnya, berangkatlah beliau ke Makkah. Saat itulah, Habib Muhammad bin Husein al-Hamid ( Labor, Pasar Minggu ) merenovasi rumahnya.
Ketika beliau pulang, tidak menunjukkan kemarahan. Saat ditanya oleh banyak orang, Habib Sholeh dengan tersenyum menjawab, "Sebelum rumah ini dibangun, saya telah diberi tahu oleh Rasulullah SAW, "Biarkan rumah itu dibangun." Sebuah pertanda, Habib Sholeh al-Hamid telah dipandang mampu mengemban amanah Nabi serta menebarkan kemanfaatan kepada umat manusia.
Mulai Dakwah
Dakwah Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid kepada masyarakat sekitar, diawalinya dengan membangun mushala di tempat kediamannya. Habib Sholeh selalu mengisinya dengan kegiatan shalat berjemaah dan hizib Al-Qur'an antara magrib dan Isya di Mushala ini. Beliau juga menggelar pengajian-pengajian yang membahas hal-hal mana yang dilarang oleh agama dan mana yang diwajibkan agama, kepada masyarakat sekitar.
Setiap selesai shalat asar, beliau membacakan kitab An-Nashaihud Dinniyah, karangn Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, yang diraikannya kedalam bahasa keseharian masyarakat sekitar, yakni bahasa Madura.
Beberapa tahun kemudian, beliau mendapatkan hadiah sebidang tanah dari seorang
Muhibbin-orang yang mencintai anak cucu keturunan Rasulullah saw, yakni
H.AbdurRasyid. tanah inilah lalu ia wakafkan. Di atas tanah inilah, beliau
membangun masjid yang diberi nama Riyadus Shalihin. Di masjid ini kegiatan
keagamaan semakin semarak. Kegiatan keagamaan, seperti shalat berjamaah, hizib
Al-Qur'an, sreta pwmbacaan Ratib al-Haddad, rutin dibaca di antara magrib dan
isya.
Dalam kesehariannya, beliau selalu melapangkan dada orang-orang yang sedang
dalam kesusahan. Sering, bahkan, orang-orang yang sedang dililit hutang, beliau
bantu untuk menyelesaikannya. Jika beliau melihat seorang gadis dan jejaka yang
kawin, beliau dengan segera mencarikan pasangan hidup dengan terlebih dahulu
menawarkan seorang calon. Apabila ada kecocokan di antara keduanya, segeralah
mereka dinikahkan. Bahkan, sering Habib sholeh yang membantu biaya
perkawinannya. Pernah pula, dalam waktu sehari beliau mendamaikan dua atau tiga
orang yang bermusuhan.
Wasiat atau ajarannya yang paling terkenal :
Wasiat atau ajarannya yang paling terkenal :
"Hendaklah setiap kamu menjaga shalat lima waktu. Jangan pernah tinggalkan shalat
Shubuh berjamaah. Muliakan dan berbuat baiklah kepada ke dua orang tua. Jadilah
kamu sekalian sebagai rahmat bagi seluruh alam. Berbuat baik jangan pilih
kasih, kepada siapapun dan dimanapun."
Dalam kehidupan kemasyarakatan, beliau juga terlibat sangat aktif. Antara lain, Habib Sholeh juga tercatat sebagai pemberi spirit dengan meletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Islam Surabaya. Bahkan beliau tercatat sebagai penasihat Rumah Sakit. Beliau juga tercatat sebagai ketua takmir Masjid Jami yang didirikan di kota Jember yang pembangunannya juga dapat diselesaikan dalam waktu singkat berkat doa' dan keikut sertaannya dalam peletakan batu pertama.
Derajat kewaliannya.
Kekaramahan dan derajat kewalian Habib sholeh bin Muhsin Al-Hamid telah mencapai tingkatan Qutub. Yakni, sebagai pemimpin dan pemuka bagi para pembesar aulia di masanya. Dalam konteks ini, berkata Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Abdurrahman Assegaf, "Habib Sholeh adalah orang yang doa'nya selalu terkabul dan orang yang sangat dicintai dan disegani."
Dalam kehidupan kemasyarakatan, beliau juga terlibat sangat aktif. Antara lain, Habib Sholeh juga tercatat sebagai pemberi spirit dengan meletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Islam Surabaya. Bahkan beliau tercatat sebagai penasihat Rumah Sakit. Beliau juga tercatat sebagai ketua takmir Masjid Jami yang didirikan di kota Jember yang pembangunannya juga dapat diselesaikan dalam waktu singkat berkat doa' dan keikut sertaannya dalam peletakan batu pertama.
Derajat kewaliannya.
Kekaramahan dan derajat kewalian Habib sholeh bin Muhsin Al-Hamid telah mencapai tingkatan Qutub. Yakni, sebagai pemimpin dan pemuka bagi para pembesar aulia di masanya. Dalam konteks ini, berkata Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Abdurrahman Assegaf, "Habib Sholeh adalah orang yang doa'nya selalu terkabul dan orang yang sangat dicintai dan disegani."
Bahkan, salah seorang ahli waris keluarga Habib pernah mendengar salah seorang
saleh yang dapat dipercaya bercerita kepadanya, ia pernah bermimpi melihat
Habib Sholeh memegang tiang dari nur yang sinarnya berkilauan sampai ke langit.
Lalu terdengar ucapan, "Sesungguhnya Habib Sholeh adalah orang yang
Mujabud dakwah-doa'nya selalu mendapat ijabah."
Dikisahkan, suatu waktu beliau sedang berjalan bersama Habib Ali bin
Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi, Kwitang Jakarta, dan beliau juga berkunjung
ke kediaman Habib Ali di Bungur, Jakarta.
Saat melintasi sebuah lapangan, beliau melihat banyak sekali orang berkumpul
untuk melakukan shalat Istisqa ( Shalat minta hujan ), lantaran Jakarta saat itu dilanda
kemarau panjang. Habib Sholeh Tanggul pun berkata, "Serahkan saja
kepadaku, biar aku yang akan memohon hujan kepada Allah swt."
Tak lama kemudian, setelah Habib Sholeh menengadahkan tanganke langit, seraya
membaca doa' meminta hujan, hujan pun turun.
Mengenai banyaknya kejadian seperti itu, dimana doa'nya selalu diijabah, Habib
Al-Barokah Addai' ilallah Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi pernah bertanya kepada
Habib Sholeh, "Wahai Habib Sholeh, engkau adalah orang doa'nya selalu
terkabulkan dan engkau sangat dicintai Allah swt dan segala permohonanmu selalu
dikabulkan." Maka Habib Sholeh pun menjawab, "Bagaimana tidak,
sedangkan aku belum pernah melakukan hal yang membuat Allah swt murka-tidak
pernah melanggar aturan Allah swt."
Suatu ketika ada orang bertanya, "ya Habib Sholeh, apa sih kelebihan
ibadah Habib sehingga doa Habib cepat terkabul ?
Habib Sholeh menjawab, "Mau tahu rahasianya? Saya tidak pernah menaruh
pispot di kepala saya."
Orang itu bertanya kembali, "Apa maksudnya, ya Habib ?"
Orang itu bertanya kembali, "Apa maksudnya, ya Habib ?"
"Jangan pernah pispot di kepala dalam beribadah; artinya, artinya,
janganlah membangga-banggakan dunia yang pada akhirnya hanya akan membuat diri
kita malu....pispot, walaupun terbuat dari emas murni yang terbaik di dunia dan
bertatahkan intan berlian yang juga terbaik, kalau dibuat topi, tetap akan
membuat malu.
Kalau orang membangga-banggakan diri bermodalkan dunianya, lihat saja, orang
itu akan terjerembab oleh dunia. Karena amal orang itu
dipamer-pamerin......," kata Habib Sholeh.
Selain itu katanya, "Jangan melakukan dosa syirik."
Selain itu katanya, "Jangan melakukan dosa syirik."
Adapun, mengenai kedermawanannya, tak seorangpun meragukannya. Bahkan beliau
selalu memberikan apa yang ada di tangannya manakala ada seorang yang meminta atau
bahkan memberi salah satu dari kedua pakaiannya. Berkata salah seorang ulama
mengenainya, "Seandainya beliau tak memiliki apapun kecuali rohnya, ia pun
akan menyerahkannya kepada yang memintanya."
Banyak yang meyakini, Habib Sholeh Tanggul adalah seorang wali yang dekat dengan Nabi Khidir. Karena itu pula beliau terkenal dermawan, seolah apapun yang beliau miliki ingin beliau berikan kepada setiap orang yang membutuhkan.
Dari Adam Malik hingga Alwi Shihab.
Pada saat Adam Malik ( mantan Menteri Luar Negeri ) menjabat sebagai Kepala Kantor Berita Antara; suatu saat lewat Lembaga yang dipimpinnya, beliau mengungkap keterlibatan Menlu Soebandrio, yang saat itu dikenal sebagai Tokoh berfaham ajara komunis. Karuan saja, berita-berita yang dimuat itu membuat Soebandrio dan jajarannya kalang kabut karena merasa terpojokkan. Ia marah besar.
Banyak yang meyakini, Habib Sholeh Tanggul adalah seorang wali yang dekat dengan Nabi Khidir. Karena itu pula beliau terkenal dermawan, seolah apapun yang beliau miliki ingin beliau berikan kepada setiap orang yang membutuhkan.
Dari Adam Malik hingga Alwi Shihab.
Pada saat Adam Malik ( mantan Menteri Luar Negeri ) menjabat sebagai Kepala Kantor Berita Antara; suatu saat lewat Lembaga yang dipimpinnya, beliau mengungkap keterlibatan Menlu Soebandrio, yang saat itu dikenal sebagai Tokoh berfaham ajara komunis. Karuan saja, berita-berita yang dimuat itu membuat Soebandrio dan jajarannya kalang kabut karena merasa terpojokkan. Ia marah besar.
Mendapat ancaman tersebut, Adam Malik pun berusaha mencari perlindungan. Maka
datanglah ia kepada Habib Sholeh Al-Hamid di Tanggul, Jember. Disini Adam Malik
menceritakan latar belakang persoalannya. Mendengar pengaduan itu, Habib Sholeh
Tanggul hanya tersenyum. Beliau berkata : "Jangan takut terhadap
ancamannya. Nanti kamu yang akan menggantikan kedudukannya."
Memang benar, ternyata tak lama berselang, setelah Soeharto menjabat Presiden, giliran Adam Malik yang menjabat menteri luar negeri. Apa yang pernah diucapkan Habib Sholeh Tanggul jadi kenyataan.
Memang benar, ternyata tak lama berselang, setelah Soeharto menjabat Presiden, giliran Adam Malik yang menjabat menteri luar negeri. Apa yang pernah diucapkan Habib Sholeh Tanggul jadi kenyataan.
Kisah serupa terjadi sekitar 30 tahun yang lalu. Alwi Shihab mantan menteri
luar negeri di era presiden K.H.Abdurrahman Wahid, pernah datang ke kediaman
Habib Sholeh Tanggul. Pada masa itu, ia datang diantar oleh ayahandanya.
Keperluannya mohon doa restu untuk belajar luar negeri. Tujuannya belajar ke
Amerika di Harvard University.
Pada kesempatan itu, Alwi Shihab mengutarakan apa yang menjadi problemnya.
Antara lain, ia tidak punya biaya yang cukup untuk mengurus visa dan paspor.
Mendengar keluhan Alwi Shihab, Habib Sholeh Tanggul menyarankan agar Alwi
Shihab mandi di ke dua sumur yang terdapat di sekitar kediamannya.
Alwi Shihab pun mandi mandi di ke dua sumur tersebut. Setelah itu, kepada Alwi
Shihab, Habib Sholeh Tanggul menasehati agar ia datang ke Adam Malik yang saat
itu menjabat Menlu. Kontan, Alwi Shihab mengatakan kekhatirannya. Ia rakyat
biasa, bagaimana bisa bertemu dengan seorang menteri?
Mendengar keberatan Alwi Shohab, akhirnya Habib Sholeh menasehatinya agar tidak
takut, seraya menyuruhnya supaya menemui Adam Malik dengan membawa surat
darinya, "Bawa surat saya ini. Jangan takut pada Adam Malik, kelak kamu
akan menjadi seperti Adam Malik." Kata Habib Sholeh Tanggul. Ternyata
ujaran Habib Sholeh Tanggul kali ini pun telah menjadi sebuah kenyataan.
Wanita dari Swiss.
Suatu hari datanglah seorang wanita dari Swiss kepada Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid. Anehnya, sebelum datang menuju desa Tanggul, kediaman Hbib Sholeh, wanita tersebut lebih dulu bermimpi. Di dalam mimpinya ia diminta datang menemui sang Habib.
Wanita dari Swiss.
Suatu hari datanglah seorang wanita dari Swiss kepada Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid. Anehnya, sebelum datang menuju desa Tanggul, kediaman Hbib Sholeh, wanita tersebut lebih dulu bermimpi. Di dalam mimpinya ia diminta datang menemui sang Habib.
Tanpa banyak berpikir, si wanita pun menurut dan langsung terbang dari Swiss
menuju Indonesia, ke Tanggul, sebuah tempat yang namanya asing baginya.
Ternyata ia mempunyai persoalan rumit. Empat hari lagi ia akan menikah dengan
seorang pria yang ia cintai. Tetapi malang, pria tersebut ternyata digaet oleh
seorang perempuan jalang. Maka rencana pernikahan pun terancam batal.
Di tengah-tengah kegalauannya itulah, di suatu malam, ia bermimpi didatangi
seseorang yang kemudianmemperkenalkan dirinya sebagai Habib Sholeh yang katanya
beralamat di Tanggul, Jember, Indonesia. Kepadanya dikatakan, Habib Sholeh itu
dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Itulah yang membuatnya penasaran
dan ingin segera mencari tahu dan menemui seorang Habib seperti dimaksud dalam
mimpinya.
Tak disangka, setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, ia pun tak mendapatkan
kesulitan yang berarti. Setelah bertanya ke petugas bandara tentang siapa
gerangan Habib Sholeh Tanggul, ternyata salah seorang di antara petugas ada
yang tahu dan bersedia mengantarnya.
Di sana ia terkejut. Ternyata ia betul-betul melihat orang yang sama persis
dengan yang dilihatnya dalam mimpi. Tak lain tak bukan, dialah Habib Sholeh bin
Muhsin Al-Hamid. Pada saat itu kebetulan sedang banyak tamu. Setelah
memperkenalkan diri, tak lama kemudian, ia dipersilahkan masuk dan berganti
pakaian. Sebab ia orang Eropa yang biasa dengan pakaian bebas. Setelah itu, ia
pun dipersilahkan mengutarakan maksud kedatangannya.
Tidak lama ia bertamu di kediaman Habib Sholeh. Sebab setelah itu, sang Habib
menyuruhnya segera bertolak ke Swiss. Kepadanya dikatakan "Segeralah
pulang ke Swiss. Nanti setibanya kamu disana, calon suamimu akan menangis di
depan pintu rumahmu sambil mengakui kesalahannya dan memohon maaf
kepadamu." Tanpa banyak tanya lagi, wanita malang itu pun segera bertolak
menuju Swiss.
Lama tak terdengar kabar. Lalu beberapa bulan kemudian, wanita tersebut datang
kembali. Kali ini dengan cerita yang berbeda. Ternyata apa yang dikatakan oleh
Habib Sholeh kepadanya menjadi kenyataan. Kini ia telah hidup bahagia sebagai
sepasang suami istri. Kepada Habib Sholeh ia berucap terima kasih. Dan ia pun
menawarkan apa saja yang Habib Sholeh minta, ia akan mengabulkannya. Tetapi an
waliyullah tak mengharapkan imbalan apapun, sebab ia menolong ikhlas karena
Allah semata dan tak pilih kasih.
'Hanya saja, kalau boleh saya meminta." Ujar sang Habib, "dan tidak
ada sama sekali paksaan......kalau kamu berkenan, aya meminta kamu memeluk
islam." Dan, alhamdulillah, dengan penuh kesadaran serta keikhlasan,
wanita tersebut beserta suaminya memeluk agama islam.
0 komentar:
Posting Komentar