Menurut NU, Khilafah Adalah Pemikiran Yang Salah
Jakarta, Peserta Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 2014 memandang Islam sebagai agama mewajibkan umatnya untuk membentuk sebuah pemerintahan dan mengangkat pemimpin yang menegakkan hukum agar tidak terjadi chaos (nashbul imamah). Namun, Islam tidak menunjuk satu bentuk negara dan sistem pemerintahan tertentu.

Berkaca pada khazanah sumber hukum dan sejarah Islam, agama Islam memberikan wewenang penuh kepada umatnya untuk mengatur dan merancang sistem pemerintahan sesuai kondisi zaman, tempat, dan kesiapan pranatanya.

“Bagi Islam, negara dan pemerintahan dianggap sah bukan karena bentuknya, tetapi substansinya. Dengan kata lain, Islam mengukur keabsahan bentuk sebuah negara sejauhmana negara secara konstitusional dan pemerintah sebagai penyelenggara negara melindungi dan menjamin warganya mengamalkan ajaran agamanya,” kata Rais Syuriyah PBNU KH Ishomuddin, pemimpin sidang komisi Diniyah yang membacakan hasil musyawarah sedikitnya 40 kiai NU yang datang dari setiap provinsi di Indonesia, Sabtu (1/11) malam.

Forum ini juga membahas hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan khilafah. Mereka menyangsikan kualitas hadits tersebut. “Mengingat hadits ini diriwayatkan oleh Habib bin Salim, seorang rawi yang kredibiltasnya diragukan di kalangan ahli hadits,” kata Katib Aam PBNU Malik Madani.

Forum para kiai ini juga menegaskan, Islam melihat substansi negara dengan teritorialnya sebagai tempat yang kondusif bagi kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi warganya. Mereka menggunakan ungkapan, Al-‘ibratu bil Jauhar la bil Mazhhar (Yang menjadi pegangan pokok adalah substansi, bukan simbol atau penampakan lahiriyah).

Khilafah itu memang fakta sejarah, pernah dipraktikkan di masa Al-Khulafa’ur Rasidyun yang sesuai dengan eranya di mana kehidupan manusia belum berada di bawah naungan negara bangsa (nation state).

“Pasalnya, perangkat pemerintahan dan kesiapan masyarakat saat era khilafah masih sederhana. Pada saat itu belum ada birokrasi yang tersusun rapi seperti sekarang, sehingga dibutuhkan orang dengan kemampuan lebih dalam pelbagai hal untuk menjadi khalifah. Sementara sekarang, kondisi masyarakat dan kesiapan pranata pemerintahan yang terus berkembang, menuntut bentuk pemerintahan yang berbeda lagi,” kata Rais Syuriyah PBNU KH Masdar Mas’udi dalam forum.

Peserta musyawarah menegaskan, upaya memperjuangkan khilafah sebagai bentuk masyarakat ideal menjadi sebuah utopia. Dengan demikian, memperjuangkan tegaknya nilai-nilai substantif ajaran Islam seperti keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran dalam sebuah bentuk apapun negara, jauh lebih penting daripada memperjuangkan tegaknya simbol-simbol negara Islam yang bersifat partikular.

Untuk itu. Dalam konteks bentuk pemerintahan Indonesia, peserta musyawarah mendorong pemerintah dan mewajibkan umat Islam untuk menangkal setiap jalan dan upaya munculnya gerakan yang mengancam NKRI. (www.nu.or.id)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top