NU Waspadai Adanya Kesenjangan Generasi
Jakarta, Sesepuh NU KH Chalid Mawardi menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap peningkatan populasi NU. Ketika lahir, NU itu monokultur. Setelah kemerdekaan, para kader NU alumni pendidikan Barat mungkin lebih banyak. Oleh karena itu, perlu pemikiran jelas, apakah mau membangun intelektual yang santri, ataukah santri yang intelek.

Hal tersebut disampaikan saat memberikan masukan pada sidang komisi rekomendasi Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2014 yang digelar di gedung PBNU, Jalan Kramat Raya No 164 Jakarta, Ahad (1/11) malam.

“Saya beberapa waktu lalu saat mengisi seminar di PMII Ciputat, sebuah cabang yang kurang mendapat perhatian, mendapat pertanyaan aneh dari mahasiswa. Apakah masih relevan NU dipimpin kiai? Saya kaget. Bagi saya ini berbahaya. Jelas nggak paham sejarah,” sesal salah seorang pendiri PMII ini.

Terhadap fenomena ini, lanjutnya, PBNU harus membangun komunitasnya yang lebih terintegrasi. Kiai Chalid menekankan perlunya NU mewaspadai kejadian apa yang ia sebut generation gap (kesenjangan generasi). PBNU harus hati-hati melihat fenomena yang melingkupi kader NU masa kini.

“Saya kira adanya generation gap ini tidak hanya melanda NU, ormas lain juga lebih parah. Kita mesti hati-hati, jangan-jangan NU sedang dibina orang lain. Kita ini sedang diincar, karena siapa mampu menguasai Indonesia maka ia akan menguasai Asia Tenggara. Nah, tidak lain yang diincar ya NU ini,” tegasnya.

Menurut Kiai Chalid, menjadi NU itu ibarat masuk suku. Jika sudah masuk maka susah keluar. “Ya orang kalau sudah suku Jawa, nggak bisa keluar itu. Jadi suku Ambon, ya nggak bisa keluar. NU ya begitu itu,” tuturnya

Pada kesempatan yang sama, sesepuh NU yang lain KH Abdullah Syarwani mengingatkan, NU adalah jam’iyyah diniyah ijtimaiyyah (organisasi sosial keagamaan) yang berbasis Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Oleh karena itu, NU tidak hanya untuk Indonesia namun juga dunia internasional.

Menurut Kiai Syarwani, rekomendasi ini belum menunjuk pada masalah krusial bangsa, yakni buta huruf. “Buta huruf sekarang adalah buta huruf kaum terdidik, yang tidak berbudaya. NU harus berpikir jauh 10 tahun ke depan. Pendidikan karakter harus disinggung lebih dalam,” tegas mantan Dubes RI untuk Lebanon ini. (www.nu.or.id)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top